Translate

Sabtu, 12 Januari 2013

Berikut ini perjalanan seputar kisah sukses Bob Sadino yang penulis himpun dari berbagai media masa dan disajikan secara akurat. Semoga kisah sukses Bob Sadino memotifasi seluruh pembaca untuk berkerja dan belajar lebih giat untuk mencapai kesuksesan hidup.



Rasanya tidak sempurna jika membaca kisah sukses Bob Sadino tanpa mengetahui biografi Bob Sadino. Berikut biografi dan profile singkat seputar pendidikan dan masa kecil Bob Sadino.


Quote:
BIOGRAFI Bob Sadino

Bob Sadino (lahir di Lampung, 9 Maret 1933; umur 79 tahun), atau akrab dipanggil om Bob, adalah seorang pengusaha asal Indonesia yang berbisnis di bidang pangan dan peternakan. Ia adalah pemilik dari jaringan usaha Kemfood dan Kemchick. Dalam banyak kesempatan, ia sering terlihat menggunakan kemeja lengan pendek dan celana pendek yang menjadi ciri khasnya.

Bob Sadino lahir dari sebuah keluarga yang hidup berkecukupan. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Sewaktu orang tuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur 19 tahun mewarisi seluruh harta kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya yang lain sudah dianggap hidup mapan. Bob kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk berkeliling dunia. Dalam perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih 9 tahun. Di sana, ia bekerja di Djakarta Lylod di kota Amsterdam dan juga di Hamburg, Jerman. Ketika tinggal di Belanda itu, Bob bertemu dengan pasangan hidupnya, Soelami Soejoed.

Pada tahun 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Ia membawa serta 2 Mercedes miliknya, buatan tahun 1960-an. Salah satunya ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah beberapa lama tinggal dan hidup di Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk bekerja secara mandiri.

Pekerjaan pertama yang dilakoninya setelah keluar dari perusahaan adalah menyewakan mobil Mercedes yang ia miliki, ia sendiri yang menjadi sopirnya. Namun sayang, suatu ketika ia mendapatkan kecelakaan yang mengakibatkan mobilnya rusak parah. Karena tak punya uang untuk memperbaikinya, Bob beralih pekerjaan menjadi tukang batu. Gajinya ketika itu hanya Rp.100. Ia pun sempat mengalami depresi akibat tekanan hidup yang dialaminya.

Suatu hari, seorang teman menyarankan Bob memelihara dan berbisnis telur ayam negeri untuk melawan depresinya. Bob tertarik dan mulai mengembangkan usaha peternakan ayam. Ketika itu, di Indonesia, ayam kampung masih mendominasi pasar. Bob-lah yang pertama kali memperkenalkan ayam negeri beserta telurnya ke Indonesia. Bob menjual telur-telurnya dari pintu ke pintu. Ketika itu, telur ayam negeri belum populer di Indonesia sehingga barang dagangannya tersebut hanya dibeli oleh ekspatriat-ekspatriat yang tinggal di daerah Kemang, serta beberapa orang Indonesia yang pernah bekerja di luar negeri. Namun seiring berjalannya waktu, telur ayam negeri mulai dikenal sehingga bisnis Bob semakin berkembang. Bob kemudian melanjutkan usahanya dengan berjualan daging ayam. Selain memperkenalkan telur ayam negeri, ia juga merupakan orang pertama yang menggunakan perladangan sayur sistem hidroponik di Indonesia.

Catatan awal tahun 1985 menyebutkan, rata-rata per bulan perusahaan Bob menjual 40-50 ton daging segar, 60-70 ton daging olahan, dan sayuran segar 100 ton.
Bob Sadino atau akrab dipanggil om Bob, adalah seorang pengusaha asal Indonesia yang berbisnis di bidang pangan dan peternakan. Ia adalah pemilik dari jaringan usaha Kemfood dan Kemchick. Dalam banyak kesempatan, ia sering terlihat menggunakan kemeja lengan pendek dan celana pendek yang menjadi ciri khasnya.

Bob Sadino lahir dari sebuah keluarga yang hidup berkecukupan. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Sewaktu orang tuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur 19 tahun mewarisi seluruh harta kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya yang lain sudah dianggap hidup mapan. Bob kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk berkeliling dunia. Dalam perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih 9 tahun. Di sana, ia bekerja di Djakarta Lylod di kota Amsterdam dan juga di Hamburg, Jerman. Ketika tinggal di Belanda itu, Bob bertemu dengan pasangan hidupnya, Soelami Soejoed.

Pada tahun 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Ia membawa serta 2 Mercedes miliknya, buatan tahun 1960-an. Salah satunya ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah beberapa lama tinggal dan hidup di Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk bekerja secara mandiri.

Pekerjaan pertama yang dilakoninya setelah keluar dari perusahaan adalah menyewakan mobil Mercedes yang ia miliki, ia sendiri yang menjadi sopirnya. Namun sayang, suatu ketika ia mendapatkan kecelakaan yang mengakibatkan mobilnya rusak parah. Karena tak punya uang untuk memperbaikinya, Bob beralih pekerjaan menjadi tukang batu. Gajinya ketika itu hanya Rp.100. Ia pun sempat mengalami depresi akibat tekanan hidup yang dialaminya.

Suatu hari, seorang teman menyarankan Bob memelihara dan berbisnis telur ayam negeri untuk melawan depresinya. Bob tertarik dan mulai mengembangkan usaha peternakan ayam. Ketika itu, di Indonesia, ayam kampung masih mendominasi pasar. Bob-lah yang pertama kali memperkenalkan ayam negeri beserta telurnya ke Indonesia. Bob menjual telur-telurnya dari pintu ke pintu. Ketika itu, telur ayam negeri belum populer di Indonesia sehingga barang dagangannya tersebut hanya dibeli oleh ekspatriat-ekspatriat yang tinggal di daerah Kemang, serta beberapa orang Indonesia yang pernah bekerja di luar negeri. Namun seiring berjalannya waktu, telur ayam negeri mulai dikenal sehingga bisnis Bob semakin berkembang. Bob kemudian melanjutkan usahanya dengan berjualan daging ayam. Selain memperkenalkan telur ayam negeri, ia juga merupakan orang pertama yang menggunakan perladangan sayur sistem hidroponik di Indonesia.

Catatan awal tahun 1985 menyebutkan, rata-rata per bulan perusahaan Bob menjual 40-50 ton daging segar, 60-70 ton daging olahan, dan sayuran segar 100 ton



Bob Sadino Anak Guru
Kembali ke tanah air tahun 1967, setelah bertahun-tahun di Eropa dengan pekerjaan terakhir sebagai karyawan Djakarta Lloyd di Amsterdam dan Hamburg, Bob, anak bungsu dari lima bersaudara, hanya punya satu tekad, bekerja mandiri. Ayahnya, Sadino, pria Solo yang jadi guru kepala di SMP dan SMA Tanjungkarang, meninggal dunia ketika Bob berusia 19.
Modal yang ia bawa dari Eropa, dua sedan Mercedes buatan tahun 1960-an. Satu ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan. Ketika itu, kawasan Kemang sepi, masih terhampar sawah dan kebun. Sedangkan mobil satunya lagi ditaksikan, Bob sendiri sopirnya.

Suatu kali, mobil itu disewakan. Ternyata, bukan uang yang kembali, tetapi berita kecelakaan yang menghancurkan mobilnya. ”Hati saya ikut hancur,” kata Bob. Kehilangan sumber penghasilan, Bob lantas bekerja jadi kuli bangunan. Padahal, kalau ia mau, istrinya, Soelami Soejoed, yang berpengalaman sebagai sekretaris di luar negeri, bisa menyelamatkan keadaan. Tetapi, Bob bersikeras, ”Sayalah kepala keluarga. Saya yang harus mencari nafkah.”

Untuk menenangkan pikiran, Bob menerima pemberian 50 ekor ayam ras dari kenalannya, Sri Mulyono Herlambang. Dari sini Bob menanjak: Ia berhasil menjadi pemilik tunggal Kem Chicks dan pengusaha perladangan sayur sistem hidroponik. Lalu ada Kem Food, pabrik pengolahan daging di Pulogadung, dan sebuah ”warung” shaslik di Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta. Catatan awal 1985 menunjukkan, rata-rata per bulan perusahaan Bob menjual 40 sampai 50 ton daging segar, 60 sampai 70 ton daging olahan, dan 100 ton sayuran segar.

”Saya hidup dari fantasi,” kata Bob menggambarkan keberhasilan usahanya. Ayah dua anak ini lalu memberi contoh satu hasil fantasinya, bisa menjual kangkung Rp 1.000 per kilogram. ”Di mana pun tidak ada orang jual kangkung dengan harga segitu,” kata Bob.

Om Bob, panggilan akrab bagi anak buahnya, tidak mau bergerak di luar bisnis makanan. Baginya, bidang yang ditekuninya sekarang tidak ada habis-habisnya. Karena itu ia tak ingin berkhayal yang macam-macam.
Haji yang berpenampilan nyentrik ini, penggemar berat musik klasik dan jazz. Saat-saat yang paling indah baginya, ketika shalat bersama istri dan dua anaknya.

Pengusaha Berdinas Celana Pendek

Pria berpakaian ''dinas'' celana pendek jin dan kemeja lengan pendek yang ujung lengannya tidak dijahit, ini adalah salah satu sosok entrepreneur sukses yang memulai usahanya benar-benar dari bawah dan bukan berasal dari keluarga wirausaha. Pendiri dan pemilik tunggal Kem Chicks (supermarket), ini mantan sopir taksi dan karyawan Unilever yang kemudian menjadi pengusaha sukses.

Titik balik yang getir menimpa keluarga Bob Sadino. Bob rindu pulang kampung setelah merantau sembilan tahun di Amsterdam, Belanda dan Hamburg, Jerman, sejak tahun 1958. Ia membawa pulang istrinya, mengajaknya hidup serba kekurangan. Padahal mereka tadinya hidup mapan dengan gaji yang cukup besar.

Sekembalinya di tanah air, Bob bertekad tidak ingin lagi jadi karyawan yang diperintah atasan. Karena itu ia harus kerja apa saja untuk menghidupi diri sendiri dan istrinya. Ia pernah jadi sopir taksi. Mobilnya tabrakan dan hancur. Lantas beralih jadi kuli bangunan dengan upah harian Rp 100.

Suatu hari, temannya menyarankan Bob memelihara ayam untuk melawan depresi yang dialaminya. Bob tertarik. Ketika beternak ayam itulah muncul inspirasi berwirausaha. Bob memperhatikan kehidupan ayam-ayam ternaknya. Ia mendapat ilham, ayam saja bisa berjuang untuk hidup, tentu manusia pun juga bisa.

Sebagai peternak ayam, Bob dan istrinya, setiap hari menjual beberapa kilogram telor. Dalam tempo satu setengah tahun, ia dan istrinya memiliki banyak langganan, terutama orang asing, karena mereka fasih berbahasa Inggris. Bob dan istrinya tinggal di kawasan Kemang, Jakarta, di mana terdapat banyak menetap orang asing.

Tidak jarang pasangan tersebut dimaki pelanggan, babu orang asing sekalipun. Namun mereka mengaca pada diri sendiri, memperbaiki pelayanan. Perubahan drastis pun terjadi pada diri Bob, dari pribadi feodal menjadi pelayan. Setelah itu, lama kelamaan Bob yang berambut perak, menjadi pemilik tunggal super market (pasar swalayan) Kem Chicks. Ia selalu tampil sederhana dengan kemeja lengan pendek dan celana pendek.

Bisnis pasar swalayan Bob berkembang pesat, merambah ke agribisnis, khususnya holtikutura, mengelola kebun-kebun sayur mayur untuk konsumsi orang asing di Indonesia. Karena itu ia juga menjalin kerjasama dengan para petani di beberapa daerah.

Bob percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diawali kegagalan demi kegagalan. Perjalanan wirausaha tidak semulus yang dikira. Ia dan istrinya sering jungkir balik. Baginya uang bukan yang nomor satu. Yang penting kemauan, komitmen, berani mencari dan menangkap peluang.

Di saat melakukan sesuatu pikiran seseorang berkembang, rencana tidak harus selalu baku dan kaku, yang ada pada diri seseorang adalah pengembangan dari apa yang telah ia lakukan. Kelemahan banyak orang, terlalu banyak mikir untuk membuat rencana sehingga ia tidak segera melangkah. “Yang paling penting tindakan,” kata Bob.

Keberhasilan Bob tidak terlepas dari ketidaktahuannya sehingga ia langsung terjun ke lapangan. Setelah jatuh bangun, Bob trampil dan menguasai bidangnya. Proses keberhasilan Bob berbeda dengan kelaziman, mestinya dimulai dari ilmu, kemudian praktik, lalu menjadi trampil dan profesional.
Menurut Bob, banyak orang yang memulai dari ilmu, berpikir dan bertindak serba canggih, arogan, karena merasa memiliki ilmu yang melebihi orang lain.

Sedangkan Bob selalu luwes terhadap pelanggan, mau mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. Dengan sikap seperti itu Bob meraih simpati pelanggan dan mampu menciptakan pasar. Menurut Bob, kepuasan pelanggan akan menciptakan kepuasan diri sendiri. Karena itu ia selalu berusaha melayani pelanggan sebaik-baiknya.

Bob menempatkan perusahaannya seperti sebuah keluarga. Semua anggota keluarga Kem Chicks harus saling menghargai, tidak ada yang utama, semuanya punya fungsi dan kekuatan.
Sosok berambut putih, bercelana pendek, dan kadang mengisap rokok dari cangklongnya ini begitu mudah dikenali. Gaya bicaranya blak-blakan tanpa tedeng aling-aling. Ia adalah Bob Sadino, pengusaha sukses yang terkenal dengan jaringan usaha Kemfood dan Kemchick-nya. Beberapa kali wajahnya ikut tampil di beberapa sinetron hingga ke layar lebar, meski kadang hanya tampil sebagai figuran.

Penampilannya yang serba cuek itu ternyata sejalan dengan pola pikirnya yang apa adanya. Sebab, menurutnya, apa yang diraihnya saat ini adalah berkat pola pikir yang apa adanya itu. Ia menyebut bahwa kesuksesannya didapat tanpa rencana, semua mengalir begitu saja. Yang penting, adalah action dan berusaha total, dalam menggeluti apa saja.

Totalitas Bob memang patut diacungi jempol, apalagi mengingat lika-liku jalan hidup yang telah ditempuhnya. Pria kelahiran Lampung, 9 Maret 1933 yang hanya lulusan SMA ini pernah mengenyam profesi dari sopir taksi hingga kuli bangunan untuk sekadar bertahan hidup.
Saat masa sulitnya, ia pernah hampir depresi. Tapi, ketika itu seorang temannya mengajaknya memelihara ayam. Dari sanalah ia kemudian terinspirasi, bahwa kalau ayam saja bisa memperjuangkan hidup, bisa mencapai target berat badan, dan bertelur, tentunya manusia juga bisa. Itulah yang kemudian mengawali langkahnya untuk berwirausaha. Ia pun kemudian memutuskan untuk makin menekuni usaha ternak ayam.
Pada awalnya, ia menjual telur beberapa kilogram per hari bersama istrinya. Mereka menjual telur itu awalnya dari pintu ke pintu. Dan, dengan ketekunan dan kemampuannya menjaga hubungan baik, telurnya makin laris. Dari sanalah kemudian usahanya terus bergulir. Dari hanya menjual telur, ia lantas menjual aneka bahan makanan. Itulah yang akhirnya menjadi cikal bakal supermarket Kemchick miliknya. Ia kemudian juga merambah agribisnis khususnya holtikutura, mengelola kebun-kebun yang banyak berisi sayur mayur untuk dijual pada orang asing seperti orang Jepang dan Eropa. Hubungan baik dengan orang-orang asing inilah yang kemudian makin membesarkan usahanya hingga ia akhirnya juga memiliki usaha daging olahan Kemfoods.

Dalam menjalankan setiap usahanya, Bob selalu menyebut dirinya tak punya kunci sukses. Sebab, ia percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diimbangi kegagalan, peras keringat, dan bahkan jungkir balik. Menurutnya, uang adalah prioritas nomor sekian, yang penting adalah kemauan, komitmen tinggi, dan selalu bisa menciptakan kesempatan dan berani mengambil peluang.

Bob menyebut, kelemahan banyak orang adalah terlalu banyak berpikir membuat rencana sehingga tidak segera melangkah. Ia mengatakan bahwa ketika orang hanya membuat rencana, karena merasa memiliki ilmu yang melebihi orang lain, muncullah sifat arogan. Padahal, intinya sebenarnya sederhana saja, lakukan dan selalu dengarkan saran dan keluhan pelanggan. Bob membuktikan sendiri, ia yang hanya bermodal nekad, tapi berlandaskan niat dan keyakinan, serta kerja keras pantang menyerah, tanpa teori sukses ia pun bisa jadi seperti sekarang.

Sukses itu bukan teori. Namun didapat dari perjuangan dan kerja keras, serta dilandasi keyakinan kuat untuk mewujudkan cita-cita. Bob Sadino adalah contoh nyata bahwa setiap orang bisa sukses asal mau membayar ”harga” dengan perjuangan tanpa henti.

***

Sosok berambut putih, bercelana pendek, dan kadang mengisap rokok dari cangklongnya ini begitu mudah dikenali. Gaya bicaranya blak-blakan tanpa tedeng aling-aling. Ia adalah Bob Sadino, pengusaha sukses yang terkenal dengan jaringan usaha Kemfood dan Kemchick-nya. Beberapa kali wajahnya ikut tampil di beberapa sinetron hingga ke layar lebar, meski kadang hanya tampil sebagai figuran.

Penampilannya yang serba cuek itu ternyata sejalan dengan pola pikirnya yang apa adanya. Sebab, menurutnya, apa yang diraihnya saat ini adalah berkat pola pikir yang apa adanya itu. Ia menyebut bahwa kesuksesannya didapat tanpa rencana, semua mengalir begitu saja. Yang penting, adalah action dan berusaha total, dalam menggeluti apa saja.

Totalitas Bob memang patut diacungi jempol, apalagi mengingat lika-liku jalan hidup yang telah ditempuhnya. Pria kelahiran Lampung, 9 Maret 1933 yang hanya lulusan SMA ini pernah mengenyam profesi dari sopir taksi hingga kuli bangunan untuk sekadar bertahan hidup.

Saat masa sulitnya, ia pernah hampir depresi. Tapi, ketika itu seorang temannya mengajaknya memelihara ayam. Dari sanalah ia kemudian terinspirasi, bahwa kalau ayam saja bisa memperjuangkan hidup, bisa mencapai target berat badan, dan bertelur, tentunya manusia juga bisa. Itulah yang kemudian mengawali langkahnya untuk berwirausaha. Ia pun kemudian memutuskan untuk makin menekuni usaha ternak ayam.

Pada awalnya, ia menjual telur beberapa kilogram per hari bersama istrinya. Mereka menjual telur itu awalnya dari pintu ke pintu. Dan, dengan ketekunan dan kemampuannya menjaga hubungan baik, telurnya makin laris. Dari sanalah kemudian usahanya terus bergulir. Dari hanya menjual telur, ia lantas menjual aneka bahan makanan. Itulah yang akhirnya menjadi cikal bakal supermarket Kemchick miliknya. Ia kemudian juga merambah agribisnis khususnya holtikutura, mengelola kebun-kebun yang banyak berisi sayur mayur untuk dijual pada orang asing seperti orang Jepang dan Eropa. Hubungan baik dengan orang-orang asing inilah yang kemudian makin membesarkan usahanya hingga ia akhirnya juga memiliki usaha daging olahan Kemfoods.

Dalam menjalankan setiap usahanya, Bob selalu menyebut dirinya tak punya kunci sukses. Sebab, ia percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diimbangi kegagalan, peras keringat, dan bahkan jungkir balik. Menurutnya, uang adalah prioritas nomor sekian, yang penting adalah kemauan, komitmen tinggi, dan selalu bisa menciptakan kesempatan dan berani mengambil peluang.

Bob menyebut, kelemahan banyak orang adalah terlalu banyak berpikir membuat rencana sehingga tidak segera melangkah. Ia mengatakan bahwa ketika orang hanya membuat rencana, karena merasa memiliki ilmu yang melebihi orang lain, muncullah sifat arogan. Padahal, intinya sebenarnya sederhana saja, lakukan dan selalu dengarkan saran dan keluhan pelanggan. Bob membuktikan sendiri, ia yang hanya bermodal nekad, tapi berlandaskan niat dan keyakinan, serta kerja keras pantang menyerah, tanpa teori sukses ia pun bisa jadi seperti sekarang.

Sukses itu bukan teori. Namun didapat dari perjuangan dan kerja keras, serta dilandasi keyakinan kuat untuk mewujudkan cita-cita. Bob Sadino adalah contoh nyata bahwa setiap orang bisa sukses asal mau membayar ”harga” dengan perjuangan tanpa henti.



Let it Flow

om, dalam beberapa kesempatan om sering bilang klo bisnis itu just let it flow… saya membaca pragmatisme sikap, dan bagaimana jika pragmatis yg juga cenderung oportunis itu membuat bisnis kita menjadi tidak fokus?
Om Bob :
Mas, coba apa asosiasi anda tentang “Flow”? pasti air bukan?
dan apa asosiasi anda tentang air? pasti sungai!
sungai itu sifatnya selalu mengalir ke muara nya
tapi coba anda lihat sungai itu
apa yg ia lakukan ketika menabrak karang? apakah terus dipaksakan?
tidak! ia akan berbelok, ia fleksibel
bertemu karang lagi, berbelok lagi.. hingga akhirnya sampai ke muara
kita pelajari filosofi dari sungai ini
setiap hari manusia membuang sampah ke sungai,
membuang kotoran nya ke sungai, kencing di sungai, dan lain2
apakah sungai pernah protes?! tidak kan!
sungai terus mengalir..
sungai tidak pernah memikirkan akan bermuara kemana,
sungai hanya fokus untuk terus mengalir
bisnis tidak fokus? itu bagian dari proses mas..
klo mas ketemu jalan buntu, ya cari jalan lain, atau bikin jalan baru..
inget, fokus sungai adalah terus mengalir
mungkin prosesnya akan berkelok-kelok, tapi terus saja mengalir..

Tong Kosong
Sekolah mendidik manusia untuk mengetahui sesuatu (to know), tapi masyarakat menempa manusia untuk melakukan sesuatu (to do) sampai akhirnya manusia itu menjadi sesuatu (to be). Akibatnya, mereka sampai pada posisi memiliki sesuatu (to have).
(Bob Sadino, 2009)

Hari-hari belakangan ini, saya banyak berinteraksi dengan seorang Bob Sadino, salah satu pengusaha papan atas di.Indonesia. Beliau lah salah satu pengusaha yang saya kenal, yang sangat dekat dengan hampir semua pemimpin tertinggi di negeri ini, mulai dari pak Harto sampai SBY. Di rumahnya di bilangan Lebak Bulus, ada beberapa foto yang menunjukkan hal itu. Oom (saya, dan juga banyak orang yang dekat dengan beliau menyebutnya begitu) berfoto bersama mereka dengan satu kostum khas, celana buntung dari bahan jeans dan hem berbahan katun dengan lengan tidak berjahit. Berbeda dengan banyak oknum pengusaha yang memanfaatkan kedekatannya dengan penguasa untuk kepentingan bisnisnya, Oom melakukan hal yang berbeda. Beliau besar bukan dari proyek-proyek pemerintah. Mungkin itu pula sebabnya, beliau bisa dekat dengan hampir semua pemimpin di negeri ini.

Dalam beberapa perjalanan bersama, saya menemukan begitu banyak pelajaran bagus dari beliau. Dalam tulisan ini, saya hanya ingin mengungkap satu sisi kehidupan beliau. Tidak hanya dari penuturan orang pertama, tetapi juga dari orang-orang yang mendampingi beliau. Dan itu berkaitan dengan tong bolong yang berikutnya, yaitu kerajinan. Satu hal itu lah yang membuat bisnis Oom berkibar. Dimulai dari berjualan beberapa kg telur (padahal usahanya dimulai bukan dari jualan telur, tetapi dari bagaimana beliau memelihara ayam) sampai jualan unit apartemen ‘The Mansion’ yang prestisius. Sebuah proses yang memakan waktu separuh hidupnya. Sebuah proses yang melelahkan …

Imperium bisnis seorang Bob Sadino, dimulai dari pemeliharaan beberapa ekor ayam layer (ras petelur). Setahun berikutnya, jumlah ayamnya bertambah tetapi pada puncak produksi hanya menghasilkan 5 kg telur. Berapa keuntungannya? Receh, man! Dan sampai tahun sembilan puluhan, bisnis beliau memang mengumpulkan uang receh. Kemchick, adalah unit bisnis beliau yang menjadi cikal bakal usaha retail di tanah air. Saat ini kita mengenal timun Jepang (dan aneka sayuran lain yang disukai orang Jepang), aneka varian tomat (untuk panggang, sambal, juice dan sebagainya), sistem tanam hidroponik, Asal tahu saja, beliau lah pioneernya. Dan semuanya memang ‘ngumpulin’ recehan.

4 tahun saya belajar peternakan, tak pernah sekalipun mendengar namanya disebut dalam sejarah peternakan di tanah air. Padahal beliau lah orang pertama yang mengintroduksi ayam broiler (ayam ras petelur) dan ayam layer (ayam ras petelur) di tanah air. Beliau melakukan introduksi tanaman dan hewan dari luar negeri untuk ditanam dan dipelihara di tanah air. Sebuah pekerjaan yang dihindari oleh orang-orang pintar di tanah air karena tingginya resiko. Perbedaan suhu, kelembaban dan faktor lingkungan lain adalah faktor penghambat berkembangnya usaha ini. Dan beliau mau melakukannya, dan berhasil. Hanya orang-orang dengan tingkat kerajinan yang tinggi lah, yang mampu menjalani proses panjang ini.

Oom, adalah orang yang skeptis pada sekolah. Sebuah pandangan yang didasarkan pada pengalaman puluhan tahun berinteraksi dengan produk sekolahan. Sekalipun saya tidak sepenuhnya setuju, tapi saya masih bisa menerimanya. Seperti kutipan di atas, sekolah memang lebih banyak mengajarkan siswanya untuk tahu. Nilai tertinggi diperuntukkan bagi mereka yang mampu menghapal dan menjawab soal ujian sesuai pengetahuan yang diajarkan. Pengalaman empiris beliau membuktikan bahwa begitu banyak teori ala sekolahan, tidak jalan di lapangan. Banyak aplikasi praktis, ditemukan di lapangan, bukan di sekolahan. Dan lapangan (atau masyarakat) justru dihindari oleh orang-orang sekolahan.

Lapangan (atau masyarakat) dihindari, karena seseorang harus melakukan sesuatu (do). Ketika seseorang melakukan sesuatu, ada dua kemungkinan hasilnya. Sukses dan gagal. Kegagalan lah yang membuat banyak orang menghindari kuadran to do. Di sini, Oom mengambil jalan berbeda. Beliau masuk ke masyarakat dan melakukan banyak hal. Kegagalannya menumpuk. Tumpukan itu kemudian menjadi gunung kegagalan yang menjadi sumber pelajaran terbaik baginya. Dan saat ini, beliau berdiri tegak di puncak gunung itu sambil tersenyum lebar. Beliau sudah dapatkan sesuatu, yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. From zero to hero.

BOB SADINO DAN KEWIRAUSAHAAN

Bob Sadino memberikan beberapa tips untuk mereka yang benar-benar ingin membangun jiwa enterpreneurship (jiwa kewirausahaan). Ia menyarankan agar orang tidak belajar jiwa wirausaha di dalam kelas, atau dari mereka yang tidak pernah menggeluti langsung dunia usaha.
Sebab biasanya yang diberikan adalah semua saran yang didasari oleh ‘ketakutan’ sehingga segalanya dipermudah dengan ide-ide logis padahal ‘hutan’ usaha adalah sering tidak mengikuti urutan dan sistematika berpikir biasa, faktor-faktor-faktor yang kelihatannya terkontrol padahal sangat sulit menerka gerak dan dinamika pasar, saran-saran yang berlawanan dengan hukum pasar yang cenderung liar, mengabaikan unsur lain yang justru sangat penting yaitu ‘naluri’ pengusaha, dsb.
Untuk membangun jiwa wirausaha, Bob menyuruh kita untuk melihat beberapa hal berikut:

1. Kita harus membebaskan diri kita dari RASA TAKUT. Inilah halangan terbesar. Inilah alasan terbesar mengapa pendidikan memakan waktu yang lama, yaitu untuk menghindari kesalahan dan resiko. Tapi justru itulah yang ingin dipangkas oleh Bob karena ia merasa rasa takut adalah penyebab tidak berkembangnya enterpreneurship. Kesulitan dan resiko selalu menyertakan peluang. Jadi, jika kita ingin mengembangkan jiwa enterpreneurship, jangan menghindari resiko. Resiko mengandung peluang.
2. Kita harus membebaskan diri dari tidakan TERLALU BERHARAP. Belum apa-apa sudah membayangkan hitungan khayal tentang keuntungan, kemudahan, kehebatan dan hasil besar. Jika begini, maka orang mudah kecewa karena ternyata lapangan mengajarkan yang berbeda. Orang harus belajar menghitung mulai dari angka kecil tetapi tekun dan komit. Bayangkan sukarnya dan hadapilah kesukarannya.
3. Kita harus bebaskan diri kita dari PIKIRAN SENDIRI. Biasaya berupa konsep, keyakinan, anggapan dsb. Belajarlah untuk ‘tidak tahu’ supaya pengertian masuk sebanyak-banyaknya. Lepaskan diri dari konsep-konsep, semua harus dijalani dulu dengan penuh keberanian, nanti ilmu akan datang sendiri. Itulah enterpreneurship kata Bob. Memang benar, jika kita berhadapan dengan orang yang merasa sudah tahu, kita kerepotan. Orang tidak mudah berubah karena sudah punya asumsi dulu dalam pikiran. Jadi, cara termudah mengadopsi teknik baru adalah dengan mengambil posisi belajar, tidak tahu’. Atau merendahkan hati untuk menjalankan sesuatu yang baru. Dengan ketiga kunci tersebut, Bob berharap mereka calon enterpreneur akan memakai prinsip-prinsip tadi sebagai modal mengembangkan jiwa kewirausahaan. Nah, semoga tulisan pendek ini berguna bagi anda!



Bob Sadino : Mereka Bilang Saya Gila !
Bob Sadino sering dianggap sebagai seorang entrepreneur ikon di Indonesia. Keberhasilannya menjadi pioner di bidang agrobisnis dan agroindustri dengan bendera Kemchiks Group begitu membekas. Pergaulannya yang luas di berbagai kalangan dan kepiawaiannya berkomunikasi pun tak diragukan lagi. Tapi, yang tak kalah menarik adalah gaya Bob dalam berpakaian, berpikir, berkomentar, bersikap, dan bertindak. Inilah komentar publik ; nyentrik, unik, stylish, berkelas, provokatif, kontroversial, berani, sangat merdeka, the real entrepreneur, bahkan fenomenal. Namun, satu kalimat yang mungkin paling mewakili semua pandangan tersebut, seperti yang Bob sendiri katakan, “Mereka bilang saya gila !”
Bob Sadino juga ingin berbagi ilmunya. “Saya tidak ingin mati membawa apapun, jadi ilmu saya juga harus ditinggalkan.”
Mereka Bilang Saya Gila ! Buku ini bukan biografi, tetapi sebuah buku provokasi dan lecutan-lecutan agar orang -terutama kaum terpelajar bergelar sarjana- berani menggeser paradigmanya, bahwa teori tanpa praktik itu nonsense atau nothing. Bahwa, gerakan kewiraswastaan adalah pemicu kebangkitan Indonesia. Buku ini juga membeberkan konsep-konsep orisinil Bob tentang dunia entrepreneurship, Roda Bos Sadino, Lingkaran Bob Sadino, revolusi pendidikan, sandaran-sandaran wiraswasta, seni bisnis, dan sebuah diskusi tentang kepemimpinan nasional ideal di mata seorang wiraswasta sejati.

Bedah buku : Mereka Bilang Saya Gila !
Launching dan bedah buku ini dilaksanakan di Gramedia Matraman, pada hari Minggu 25 Januari 2009 pukul 14.00 WIB sampai selesai. Para peserta yang menghadiri acara ini terlihat begitu antusias, walaupun banyak yang tidak mendapat tempat duduk sehingga terpaksa berdiri. Tidak perlu penjelasan panjang-lebar dari para Pembicara, acara diskusi atau tanya-jawab dengan peserta segera dibuka. Om Bob (begitu biasa Bob Sadino disapa) menjawab setiap pertanyaan dengan antusias. Bahkan memberi saran-saran yang khas Beliau. Ketika salah seorang penanya diketahui masih berstatus mahasiswa, Om Bob menyarankan agar berhenti kuliah saja. Entrepreneur bukan hal yang bisa dipelajari di bangku pendidikan, hanya bisa dipelajari langsung di lapangan kerja. Kenyataan-kenyataan yang tidak mengenakkan juga bisa menjadikan seorang wiraswasta lebih tangguh dalam dunia bisnis. ” Saya tidak punya kiat untuk menjauhi stress”, begitu jawab Om Bob ketika ditanya kiatnya menghindari stress. Stress justru harus dihadapi dan dinikmati. Menurut Om Bob lagi, sukses adalah titik kecil di atas gungung kegagalan. Jadi, kalau mau sukses, ya harus gagal dulu ! Selain itu, Om Bob juga mengajarkan untuk berbagi. Memberi kesempatan kepada orang lain. “Lebih baik banyak orang punya bisnis kecil daripada hanya ada satu orang punya bisnis besar.”

Kalau masih mau dilanjutkan, sebenarnya masih banyak pertanyaan yang belum terjawab. Namun, bedah buku sore itu harus ditutup. Para peserta yang sudah membeli buku Om Bob juga dapat meminta tandatangan dan berfoto bersama Beliau.

Om Bob dan Kem Chicks

Pendiri dan pemilik tunggal Kem Chicks (supermarket), ini mantan sopir taksi dan karyawan Unilever yang kemudian menjadi pengusaha sukses.
Titik balik yang getir menimpa keluarga Bob Sadino. Bob rindu pulang kampung setelah merantau sembilan tahun di Amsterdam, Belanda dan Hamburg, Jerman, sejak tahun 1958. Ia membawa pulang istrinya, mengajaknya hidup serba kekurangan. Padahal mereka tadinya hidup mapan dengan gaji yang cukup besar.
Sekembalinya di tanah air, Bob bertekad tidak ingin lagi jadi karyawan yang diperintah atasan. Karena itu ia harus kerja apa saja untuk menghidupi diri sendiri dan istrinya. Ia pernah jadi sopir taksi. Mobilnya tabrakan dan hancur. Lantas beralih jadi kuli bangunan dengan upah harian Rp 100.

Suatu hari, temannya menyarankan Bob memelihara ayam untuk melawan depresi yang dialaminya. Bob tertarik. Ketika beternak ayam itulah muncul inspirasi berwirausaha. Bob memperhatikan kehidupan ayam-ayam ternaknya. Ia mendapat ilham, ayam saja bisa berjuang untuk hidup, tentu manusia pun juga bisa.

Sebagai peternak ayam, Bob dan istrinya, setiap hari menjual beberapa kilogram telor. Dalam tempo satu setengah tahun, ia dan istrinya memiliki banyak langganan, terutama orang asing, karena mereka fasih berbahasa Inggris. Bob dan istrinya tinggal di kawasan Kemang, Jakarta, di mana terdapat banyak menetap orang asing.

Tidak jarang pasangan tersebut dimaki pelanggan, babu orang asing sekalipun. Namun mereka mengaca pada diri sendiri, memperbaiki pelayanan. Perubahan drastis pun terjadi pada diri Bob, dari pribadi feodal menjadi pelayan. Setelah itu, lama kelamaan Bob yang berambut perak, menjadi pemilik tunggal super market (pasar swalayan) Kem Chicks. Ia selalu tampil sederhana dengan kemeja lengan pendek dan celana pendek.

Bisnis pasar swalayan Bob berkembang pesat, merambah ke agribisnis, khususnya holtikutura, mengelola kebun-kebun sayur mayur untuk konsumsi orang asing di Indonesia. Karena itu ia juga menjalin kerjasama dengan para petani di beberapa daerah.

Bob percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diawali kegagalan demi kegagalan. Perjalanan wirausaha tidak semulus yang dikira. Ia dan istrinya sering jungkir balik. Baginya uang bukan yang nomor satu. Yang penting kemauan, komitmen, berani mencari dan menangkap peluang.
Di saat melakukan sesuatu pikiran seseorang berkembang, rencana tidak harus selalu baku dan kaku, yang ada pada diri seseorang adalah pengembangan dari apa yang telah ia lakukan. Kelemahan banyak orang, terlalu banyak mikir untuk membuat rencana sehingga ia tidak segera melangkah. “Yang paling penting tindakan,” kata Bob.

Keberhasilan Bob tidak terlepas dari ketidaktahuannya sehingga ia langsung terjun ke lapangan. Setelah jatuh bangun, Bob trampil dan menguasai bidangnya. Proses keberhasilan Bob berbeda dengan kelaziman, mestinya dimulai dari ilmu, kemudian praktik, lalu menjadi trampil dan profesional.
Menurut Bob, banyak orang yang memulai dari ilmu, berpikir dan bertindak serba canggih, arogan, karena merasa memiliki ilmu yang melebihi orang lain.
Sedangkan Bob selalu luwes terhadap pelanggan, mau mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. Dengan sikap seperti itu Bob meraih simpati pelanggan dan mampu menciptakan pasar. Menurut Bob, kepuasan pelanggan akan menciptakan kepuasan diri sendiri. Karena itu ia selalu berusaha melayani pelanggan sebaik-baiknya.
Bob menempatkan perusahaannya seperti sebuah keluarga. Semua anggota keluarga Kem Chicks harus saling menghargai, tidak ada yang utama, semuanya punya fungsi dan kekuatan.

sumber: jualbeli?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Powered By Blogger